Makalah Maf'ul Mutlaq dan Ma'ul Ajalah
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah
Tolabul ‘ilmi adalah hukumnya wajib bagi semua umat manusia, khususnya
umat islam. Karna hal ini telah diatur oleh Allah SWT. Begitu pula dengan
belajar bahasa Arab. Bahas Arab adalah bahasa Al-Qur’an, kitab suci bagi
seluruh umat muslim didunia. Walaupun bahasa Arab di Indonesia merupakan bahasa
asing, tetapi bagi kaum muslimin seharusnya tidak menjadikanya asing di
lidahnya. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai Maf’ul Mutlaq dan Maf’ul
Ajalah. Yaitu tentang pengertian maf’ul mutlaq dan maf’ul ajalah,macam-macam
maf’ul mutlaq, macam-macam maf’ul ajalah, contoh maf’ul mutlaq, contoh maf’ul
ajalah, dan cara membedakan maf’ul mutlaq dan maf’ul ajalah,
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan maf’ul mutlaq dan maf’ul
ajalah ?
2. Apa saja macam-macam maf’ul mutlaq ?
3. Apa saja macam-macam maf’ul ajalah ?
4. Bagaimana hukum maf’ul mutlaq ?
5. Bagaimana hukum maf’ul ajalah ?
C. Tujuan Penulisan
1. Agar pembaca dapat mengetahui pengertian maf’ul
mutlaq dan maf’ul ajalah.
2. Agar pembaca dapat mengetahui macam-macam maf’ul
mutlaq.
3. Agar pembaca dapat mengetahui macam-macam maf’ul
ajalah.
4. Agar pembaca dapat memahami hukum maf’ul mutlaq.
5. Agar pembaca dapat memahami hukum maf’ul ajalah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Maf’ul
Mutlaq dan Maf’u ajalah
Maf’ul Muthlaq
adalah kalimat isim yang terbaca nashob yang berada pada urutan yang ketiga
dari tashrifannya fi’il.
Contoh :
ضَرَبَ يَضْرِبُ ضَرْبًا,
أكْرَمَ يُكْرِمُ إكْرَامًا,
Dari definisi
maf’ul muthlaq tersebut member kepahaman bahwa :
1. Maf’ul
muthlaq berupa kalimat isim
2. Dibaca
nashob dan dinashobkan oleh amil. Adapun amil yang menashobkan maf’ul muthlaq
ada kalanya :
a. Fi’il
taam yang mutashorrif (maksudnya bukan fi’il naqhis dan fi’il jamid
)
ضَرَبْتُ زَيْدًا
ضَرْبَتَيْنِ
Aku memukul Zaid dengan dua kali
pukulan
b. Mashdar
عَحِبْتُ مِنْ ضَرْبِكَ ضَرْبًا شَدِيْدًا
Aku kagum atas pukuanmu yang
keras
c. Isim sifat
أانَا ضَارِبُ زَيْدٍ ضرْبَ أبِيْهِ
3. Maf’ul
muthlaq terbuat dari mashdar yang merupakan urutan ketiga dari tashrifnya
fi’il.
Maf'ul Mutlaq adalah isim manshub yang disebutkan
untuk 3 keadaan:
a.
Untuk menegaskan suatu perbuatan.
Contoh
:
حَفِظْتُ الدَّرْسَ حِفْظًا
Kata حِفْظًا merupakan isim manshub dengan fathah
karena isim mufrod, sebagai maf'ul mutlaq. Kata tersebut berfungsi
untuk menegaskan perbuatan. Jika dilihat dari bentuk katanya, maf’ul mutlaq merupakan
isim yang berasal dari lafad fi’ilnya, dalam ilmu shorof dinamakan isim masdar. Sehingga
untuk membuat maf’ul bih suatu fi’il, dengan cara mengubah fi’il tersebut
menjadi isim masdar.
Contoh lain yang menunjukkan penegas perbuatan :
(Saya menghapal pelajaran dengan sesungguhnya) حَفِظْتُ الدَّرْسَ حِفْظاً
(Saya memukulnya dengan pukulan keras) ضربْتُ ضرباً شديداً
( Saya makan dengan makan yang banyak) أكلْتُ أكْلاً كثيراً
b. Untuk
menjelaskan bilangan perbuatan
Contoh :
ضَرَبْتُهُ ضَرْبَةً
( Aku memukulnya dengan
satu kali pukulan )
Kata ضَرْبَةً merupakan
isim manshub dengan fathah, karena isim mufrod, sebagai maf'ul mutlaq. Pada
kalimat ini, maf’ul mutlaq berfungsi sebagai penjelas bilangan dari
perbuatan. Jika kita belajar ilmu
shorof, kita akan temukan bentuk isim masdar yang lebih dari satu, seperti
halnya pada contoh di atas.
Kata ضرب dapat mempunyai
isim masdar yang lebih dari satu, dan penggunaannya bermacam-macam, ada yang
untuk sebagai penjelas perbuatan atau untuk menjelaskan bilangan, sehingga
untuk dapat membentuk suatu kalimat yang mempunyai maf’ul mutlaq, maka perlu
adanya pengetahuan tentang bentuk-bentuk isim masdar dari suatu fi’il.
Contoh lain yang menjelaskan bilangan :
(Saya memukul anjing sebanyak tiga kali) = ضَرَبْتُ الكَلْبَ ثَلاَثَ ضَرَبَاتٍ
(Dhorodtuhu
dhorbatan ) = Saya memukulnya satu kali pukulan) ضربْتُ
ضربةً
(Akaltu
aklatan= Saya makan satu kali suap) = أكلْتُ أكلَةً
c.
Untuk menjelaskan jenis/sifat perbuatan
Contoh
مَنْ خَرَجَ مِنْ السُّلْطَانِ شِبْرًا مَاتَ مِيتَةً
جَاهِلِيَّةً
(Barang siapa yang keluar dari ketaatan Sulthon sejengkal saja, kemudian
ia mati,maka seperti kematian jahiliyah).
Pada kalimat di atas terdapat kata مِيتَةً dalam keadaan manshub. Kata tersebut
merupakan maf’ul bih karena berfungsi sebagai penjelas jenis dari fi’il yang
dipakai yakni مَاتَ. Pada kondisi ini, maf’ul bih harus diikuti oleh na’at. Sehingga maf’ul
bih yang berfungsi untuk menjelaskan jenis/sifat fi’il harus diikuti oleh
na’at/sifat atau disandarkan ke isim yang lainnya.
Contoh lain
جَلَسْتُ جِلْسَةَ العُلَمآءِ
(
Saya duduk laksana duduknya para ulama)
Untuk mempermudah pemahaman, perhatikan tabel berikut
:
لِتَأْكِيْدِ الْفِعْلِ
Untuk penegas perbuatan
|
لِبَيَانِ عَدَدِهِ
Untuk menjelaskann bilangan
|
لِبَيَانِ نَوْعِهِ
Untuk menjelaskan jenis/sifat
|
ضَرَبْتُ ضَرْبًا
Aku benar-benar memukul
|
ضَرَبْتُ ضَرْبَةً
Aku memukul dengan satu pukulan
|
ضَرَبْتُ ضَرْبًا شَدِيْدًا
Aku memukul dengan pukulan yang
keras
|
شَرِبْتُ شُرْبًا
Aku benar-benar meminum
|
شَرِبْتُ شُرْبَةً
Aku meminum dengan satu kali
tegukan
|
جَلَسْتُ جُلُوْسَ الْعُلَمَاءِ
Aku duduk seperti duduknya ulama
|
Pengertian Maf’ul Lah/Maf’ul Li
Ajlih menurut bahasa adalah: objek yg menjadi faktor pekerjaan. Menurut Ilmu
Nahwu adalah: Isim Masdar yang menjelaskan tentang faktor/alasan dari
penyebutan Amil sebelumnya. Dan bersatu dalam hal waktu dan subjeknya.
يُنْصَبُ مَفْعُولاً لَه الْمصْدَرُ
إِنْ ¤ أَبَانَ تَعْلِيلاً كَجُدْ شُكْراً وَد
Mashdar
dinashobkan menjadi Maf’ul Lah (syaratnya) jika ia menjelaskan Ta’lil
(alasan/faktor), contoh “JUD SYUKRON WA DIN!” = bersikap baiklah karena
bersyukur dan beragamalah! (dg taat)
وَهْو بِمَا يَعْمَلُ فِيهِ مُتَّحدْ ¤ وَقْتاً
وَفَاعِلاً وَإنْ شَرْطٌ فُقِدْ
Juga
Masdar yg menjadi Maf’ul Lah harus bersatu dengan Amilnya dalam hal waktu dan
subjeknya. Dan jika tidak didapati syarat
فَاجْرُرْهُ بِالْحَرْفِ وَلَيْسَ
يَمْتَنِعْ ¤ مَعَ الشُّرُوطِ كَلِزُهْدٍ ذَا قَنِعْ
maka
majrurkan dengan huruf jar. Pemajruran ini juga tidak dilarang sekalipun
Masdar tsb mencukupi Syarat seperti contoh: LI ZUHDIN DZAA QONI’A = dia ini
qona’ah dikarenakan zuhud.
5
Contoh
Maf’ul Liajlihi / Maf’ul Lahu:
جئت رغبةً فيك
JI’TU RUGHBATAN FIIKA*
= aku datang karena senang kepadamu.
*Pada contoh diatas lafal
“RUGHBATAN”=SENANG adalah Isim Masdar yg difahami sebagai faktor bagi
Amil/kata kerja lafal “JI’TU”=AKU DATANG. Secara maknanya contoh diatas
berbunyi seperti ini:
جئت للرغبة فيك
JI’TUKA LIR-RUGHBATI FIIKA
= aku datang karena senang kepadamu.
lafal “RUGHBATAN” Isim Masdar yang menjadi Maf’ul
Lah, juga bersekutu dalam hal waktu dengan Amil lafal “JI’TU”, karena waktu
aku senang, itulah waktu aku mendatanginya. Juga bersekutu dalam satu subjek
yaitu satu Fa’il berupa Dhamir Mutakallim/aku.
Contoh
Maf’ul Li Ajlihi/Lahu Fi’rman Allah:
وَالَّذِينَ صَبَرُوا ابْتِغَاءَ وَجْهِ رَبِّهِمْ
WALLADZIINA
SHOBARU-BTIGHOO’A WAJHI ROBBIHIM* = Dan orang-orang yang
sabar karena mencari keridhaan Tuhannya (QS Ar-Ro’du :22)
* lafal “IBTIGHOO’A”
sebagai Maf’ul Lah/Liajlih.
Juga
contoh FirmanNya:
لَوْ يَرُدُّونَكُمْ مِنْ بَعْدِ إِيمَانِكُمْ
كُفَّارًا حَسَدًا مِنْ عِنْدِ أَنْفُسِهِمْ
LAU YARUDDUUNAKUM
MIMBA’DI IIMAANIKUM KUFFAARON HASADAN MIN ‘INDI ANFUSIHIM* = agar
mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu
beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri
(Al-Baqoroh :109)
*lafal “KAFFAARON” menjadi
HAL sebagai Amil, dan lafal “HASADAN” sebagai Maf’ul Lah.
Hukum I’rob Maf’ul Liajlih / Maf’ul lah adalah :
BOLEH NASHOB sekiranya terdapat tiga syarat sebagimana tersirat dalam bait
diatas, yaitu:
1. Isim Mashdar
2. Lit-Ta’lil/Penjelasan Faktor alasan
3. Bersatu dengan Amilnya dalam satu Waktu dan satu
Fa’il
Atau kalimah yg mencukupi tiga syarat tersebut juga
BOLEH DIJARKAN dengan huruf jar Lit-Ta’lil.
6
Jika salah satu saja dari ketiga syarat ini tidak
terpenuhi maka WAJIB DIJARKAN
dengan huruf
jar lit-Ta’lil berupa huruf LAM, MIN, FIY atau huruf BA’.
Contoh
yang tidak memenuhi syarat Isim Mashdar:
جئتك للكتاب
JI’TU KA LIL KITAABI
= aku mendatangimu karena kitab itu.
Contoh FirmanNya:
وَالْأَرْضَ وَضَعَهَا لِلْأَنَامِ
WAL ARDHO WADHO’AHAA
LIL ANAAMI = Dan Allah telah meratakan bumi untuk makhluk(Nya).
(Ar-Rahmaan :10).
Contoh
yang tidak bersatu dengan Amilnya dalam hal satu Waktu:
جئتك اليوم للإكرام غداً
JI’TUKA
ALYAUMA LIL IKROOMI GHODAN = aku mendatangimu hari ini untuk
penghormatan esok hari.
Contoh
yang tidak bersatu dengan Amilnya dalam hal satu Fa’il/Subjek:
جاء خالد لإكرام عليِّ له
JAA’A
KHOOLIDUN LI IKROOMI ‘ALIYYUN LAHU = Khalid datang agar Ali
menghormatinya.
Contoh
FirmanNya:
أَقِمِ الصَّلَاةَ لِدُلُوكِ الشَّمْسِ
AQIMISH-SHOLAATA LI
DULUUKISY-SYAMSI* = Dirikanlah shalat dari sesudah matahari
tergelincir (Al-Isro’ :78)
*Perbedaan Fa’il/subjek
dalam ayat ini adalah pada lafal “AQIM=DIRIKANLAH” subjeknya berupa dhamir
wajib mustatir takdirannya ANTA/KAMU dan lafal “DULUUKI=TERGELINCIR”
subjeknya berupa lafal “ASY-SYAMSI=MATAHARI” (kemiringan matahari dari
tengah-tengah atas langit/zhuhur). Juga terdapat Perbedaan Waktu dalam ayat
ini yaitu waktu mendirikan sholat tentunya lebih akhir dari waktu
tergelincirnya Matahari.
Kalimah yg dijarkan oleh huruf-huruf jar tersebut,
tidak di-I’rob sebagai Maf’ul Lah; karena Maf’ul Lah tersebut khusus bagi
kalimah yg Nashob saja. Sekalipun demikian, secara makna keduannya tidak
berbeda alias sama.
|
B. Macam-macam maf’ul
mutlaq
Masdar yang menjadi maf’ul muthlaq ada dua yaitu :
1. Masdar Lafdzi
Yaitu apabila lafadznya masdar
cocok dengan lafadznya fi’il.
Contoh :
قَتَلْتُهُ قَتْلاً
saya membunuh Zaid dengan
sesungguhnya.
Lafadz قَتْلاً merupakan masdar yang menjadi maf’ul
muthlaq, lafadznya sesuai dengan lafadz fi’ilnya yaitu قَتَلَ , maka dinamakan masdar lafdzi.
2. Masdar Maknawi
Yaitu apabila masdar cocok dengan
maknanya fi’il, namun tidak cocok dalam lafadznya.
Contoh :
جَلَسْتُ
قُعُوْدًا
saya duduk dengan sesungguhnya.
قُمْتُ
وُقُوْفًا
saya berdiri dengan sesungguhnya.
Masdar قُعُوْدًا yang menjadi maf’ul muthlaq, maknanya
sama dengan maknanya fi’ilnya, lafadz جَلَسْتُ (maknanya duduk), namun tidak sama
dalam lafadznya, begitu juga dengan lafadz وُقُوْفًا dengan قُمْتُ, oleh karena itu dinamakan masdar maknawi.
C.
Macam-macam
maf’ul ajalah
1. Karena hormat
Contoh:
جئتك اليوم للإكرام
غداً
(ji’tuka alyauma lil ikroomi ghodan)
8
aku mendatangimu hari ini untuk penghormatan esok hari.
جاء خالد لإكرام عليِّ له
(jaa’a khoolidun li ikroomi ‘aliyyun lahu)
khalid datang agar ali
menghormatinya.
2. karena senang
Contoh:
جئت رغبةً فيك
(ji’tu rughbatan fiika)
aku datang karena senang kepadamu.
Pada contoh diatas
lafal “rughbatan”=senang adalah isim masdar yg difahami sebagai faktor bagi
amil/kata kerja lafal “ji’tu”=aku datang. secara maknanya contoh diatas
berbunyi seperti ini:
جئت للرغبة فيكۤ
(ji’tuka lir-rughbati fiika)
aku datang karena senang kepadamu.
Lafal “rughbatan”
isim masdar yang menjadi maf’ul lah, juga bersekutu dalam hal waktu dengan amil
lafal “ji’tu”, karena waktu aku senang, itulah waktu aku mendatanginya. Juga
bersekutu dalam satu subjek yaitu satu fa’il berupa dhamir mutakallim/aku.
3. karena
iri/dengki
Contoh FirmanNya:
لَوْ
يَرُدُّونَكُمْ مِنْ بَعْدِ إِيمَانِكُمْ كُفَّارًا حَسَدًا مِنْ عِنْدِ
أَنْفُسِهِمْ
(lau yarudduunakum
mimba’di iimaanikum kuffaaron hasadan min ‘indi anfusihim) agar mereka dapat
mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang
(timbul) dari diri mereka sendiri (al-baqoroh :109)
Lafal “kaffaaron”
menjadi hal sebagai amil, dan lafal “hasadan” sebagai maf’ul lah.
D. Hukum Maf’ul Mutlaq
Hukum maf’ul mutlaq ada 3 :
1. Wajib dibaca nashob, contoh : رأيتُهُ
مُسرعاً إسراعاً عظيماً
2. Wajib jatuh setelah amilnya jika
untuk menguatkan. Apabila untuk menjelaskan jenis atau bilangannya maka boleh
jatuh setelah atau sebelumnya. Contoh
: اجتهدتَ اجتهاداً حسَناً
3. Amil Maf’ul Mutlaq boleh dibuang,
jika maf’ul mutlaq tersebut menjelaskan jenis atau bilangannya dan juga ada
qorinah yang menunjukkan amil tersebut. Dalam artian menjadi jawaban dari
sebuah pertanyaan.
Contoh
: اجتهاداً حسَناً
Kata “ اجتهاداً
حسَناً “ adalah jawaban daripertanyaan “كيف اجتهدت
E. Hukum Maf’ul Ajalah
1.
Pengertian hukum
maf’ul li ajlih
Hukum maf’ul li
ajlih adalah boleh nashob sekiranya terdapat tiga syarat sebagimana tersirat
dalam bait diatas, yaitu:
a. isim mashdar
b. lit-ta’lil/penjelasan faktor alasan
c. bersatu dengan amilnya dalam satu waktu dan satu
fa’il atau kalimah yg mencukupi tiga syarat tersebut juga boleh dijarkan
dengan huruf jar lit-ta’lil. jika salah satu saja dari ketiga syarat ini tidak terpenuhi maka wajib
dijarkan dengan huruf jar lit-ta’lil berupa huruf lam, min, fiy atau huruf ba’.
2. Contoh-contoh
hukum maf’ul li ajlih
a. Yang tidak bersatu dengan Amilnya dalam hal satu Fa’il/Subjek:
أَقِمِ الصَّلَاةَ
لِدُلُوكِ الشَّمْسِ
(aqimish-sholaata
li duluukisy-syamsi)
dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir (al-isro’ :78)
Perbedaan
fa’il/subjek dalam ayat ini adalah pada lafal “aqim=dirikanlah” subjeknya
berupa dhamir wajib mustatir takdirannya anta/kamu dan lafal
“duluuki=tergelincir” subjeknya berupa lafal “asy-syamsi=matahari” (kemiringan
matahari dari tengah-tengah atas langit/zhuhur). juga terdapat perbedaan waktu
dalam ayat ini yaitu waktu mendirikan sholat tentunya lebih akhir dari waktu
tergelincirnya matahari.
b. Yang tidak
bersatu dengan Amilnya dalam hal satu Waktu:
جئتك اليوم للإكرام
غداً
(ji’tuka alyauma lil ikroomi ghodan)
aku mendatangimu
hari ini untuk penghormatan esok hari.
c.Yang tidak
memenuhi syarat Isim Mashdar:
جئتك للكتاب
(ji’tu ka lil kitaabi)
aku mendatangimu karena kitab itu.
Contoh FirmanNya:
وَالْأَرْضَ
وَضَعَهَا لِلْأَنَامِ
(wal ardho wadho’ahaa lil anaami)
dan Allah telah meratakan bumi untuk makhluk(Nya).
(Ar-Rahmaan :10).
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan
pembahasan yang telah diuraikan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Maf’ul
Muthlaq adalah kalimat isim yang dibaca nashob yang berada pada urutan yang
ketiga dari tashrifannya fi’il.
Maf’ul muthlaq ialah untuk menunjukkan 3 hal yaitu :
1. Untuk
menegaskan suatu perbuatan ( ضربْتُ
ضرباً شديداً)
2. Untuk
menjelaskan bilangan perbuatan (ضَرَبْتُ الكَلْبَ
ثَلاَثَ ضَرَبَاتٍ)
3. Untuk
menjelaskan jenis/sifat perbuatan (جَلَسْتُ جِلْسَةَ
العُلَمآءِ).
Macam-macam
maf’ul muthlaq ada dua yaitu : Masdar Lafdzi (قَتَلْتُهُ قَتْلاً ) (Yaitu apabila lafadznya masdar cocok dengan lafadznya fi’il) dan Masdar Maknawi (جَلَسْتُ قُعُوْدًا)( Yaitu apabila
masdar cocok dengan maknanya fi’il, namun tidak cocok dalam lafadznya).
Hukum maf’ul muthlaq yaitu :
1. Wajib dibaca nashob.
2. Wajib jatuh setelah amilnya jika
untuk menguatkan.
3. Amil Maf’ul Mutlaq boleh dibuang,
jika maf’ul mutlaq tersebut menjelaskan jenis atau bilangannya dan juga ada
qorinah yang menunjukkan amil tersebut.
Dan Maf’ul ajalah adalah isim yang digunakan untuk menjelaskan
sebab terjadinya perbuatan.
Macam-macam maf’ul li ajlih
yaitu:
1.
karena hormat
2.
karena senang
3.
karena iri/dengki
Hukum maf’ul li
ajlih adalah boleh nashob
B. Saran
Dalam rangka mewujudkan kecintaan terhadap
belajar bahasa arab, sudah
seharusnya kita sebagai mahasiswa yang bergelut di jurusan tarbiyah dan salah
satunya untuk
mempelajari bahasa Arab untuk merubah paradigmanya, dari yang tidak efektif,
tidak komunikatif, tidak kontekstual kepada yang lebih efektif, komunikatif,
dan kontekstual.
DAFTAR PUSTAKA
Almauyahya.2015.Makalah
Bahasa Arab Maf’ul li ajalah.
http://www.blogspot.co.id Diakses pada 8 Mei 2016
Anonim.2015.Kitab
Alafiyah Ibnu Malik Bab Maful Liajalih Maf’ul Lah. http://www.nahwusaraf.wordpress.com. Diakses pada 8
Mei 2016
Rohayati.2015. Materi Tentang Maf’ul Mutlaq. http://http://www.blogspot.co.id. Diakses pada 8
Mei 2016
Komentar
Posting Komentar